PENEMUAN
HUKUM
Penemuan
hukum adalah suatu praktikal yang menyangkut pertanyaan-pertanyaan hukum
mengenai sengketa terhadap undang-undang dan peneyelesaiannya melalui
yurisprudensi. Contoh penemuan hukum, yaitu:
1. Putusan Mahkamah Agung No. 2263K/Pdt/1991
dalam Perkara Pembebasan Tanah untuk Proyek Bendungan Kedungombo, yang
Diputuskan oleh Majelis Hakim yang Diketuai AsikinKusumaatmaja. Dalam
putusannya tersebut, hakim menolak keterangan Tergugat (Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah) yang menganggap bahwa rakyat telah bersepakat menerima ganti rugi
berdasarkan musyawarah, karena pada kenyataannya ganti rugi yang diberikan
pemerintah kepada penduduk tidak mencerminkan keadilan dan kebenaran materil,
sehingga hakim perlu mendefinisikan ulang pengertian musyawarah untuk mufakat.
Kemudian dalam putusan tersebut hakim mengabulkan ganti rugi kepada pemilik
tanah yang besarnya ternyata melebihi dari apa yang diminta dalam gugatannya.
Putusan
dama tingkat kasasi inimenguntungkan penduduk sekitar selaku pemilim tanah
disekitar waduk/bendungan Kedungombo, yang selalu menjadi korban keserakahan
dari kaum powerfull, yang biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan peraturan
perundang-undangan.
Sebenarnya
dibalik kasus waduk Kedungombo ini, dapat dilihat sarat dengan ambisi politik
dari Pemerintah Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan agar terlihat
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan, tetapi hal tersebut
dilakukan diatas penderitaan rakyat yang diinjak-injak haknya dan perampasan
tanah-tanah dengan cara sewenang-wenang.
Dalam
usahanya memberikan putusan yang memenuhi rasa keadilan masyarakat (social
justice) yang didasarkan pada pencairan akan keadilan yang substansial
(materil) itulah, maka Hakim kasasi di MA menilai bahwa ganti kerugian yang
dituntut oleh masyarakat saat itu sudah tidak sesuai lagi dengan harga tanah
pada saat-saat putusan kasasi diperiksa oleh hakim, sehingga dengan melakukan
terobosan hukum yang progresif itu sendiri.
Hakim
dalam perkara ini, telah melakukan penemuan hukum melalui teori atau metode
interpretasi teleologis atau sosiologis, yang mana nilai ganti kerugian yang
dituntut oleh masyarakat disesuaikan dengan nilai uang atau harga tanah pada
saat perkara kasasi itu di putuskan, sehingga nilai tanah itu mengikuti nilai
ekonomis tanah dari tahun ke tahun, yang terus bertambah mahal, hal ini sangat
menguntungkan penduduk pemilik tanah tersebut.
2. Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan dan Barat No. 546/73.P, tanggal 14 November 1973 yang Mengabulkan
Permohonan Penggantian Jenis Kelamin dari Seorang Laki-Laki Bernama Iwan
Robianto Menjadi Seorang Perempuan dengan Nama Vivian Rubianti.
Dilihat
dari segi ilmu hukum, seluk beluk ganti kelamin masih merupakan persoalan baru
dibidang perkembangan hukumnya. Adanya kepentingan persoalan hukum muncul
setelah adanya perkembangan di bidang ilmu kedokteran yang disebut dengan
operasi kelamin, sehingga penetapan hakim ini merupakan era baru dibidang
praktik peradilan Indonesia dalam mengisi kekosongan peraturan hukum
(rechtvacuum), karena hal ini memang belum ada pengaturannya dalam peraturan
perundang-undangan. Dengan putusan ini, hakim dipandang telah berhasil
melakukan penemuan hukum yang sesuai dengan kebituhan nyata masyarakat.
Pertimbangan
hukum yang diberikan hakim adalah tepat, yaitu dalam kehidupan dimasyarakat
terdapat dua jenis manusia, yaitu yang berjenis kelamin laki-laki dan berjenis
kelamin perempuan, tetapi tidak dapat dipungkiri dalam kenyataannya terdapat
pula segolongan manusia yang hidupnya ada diantara kedua jenis itu, yaitu waria
(wanita pria).
Dalam
melengkapi kekosongan hukum tentang perubahan kelamin tersebut, hakim
memberikan pertimbangan dengan meninjaunya dari segi agama yang disesuaikan
dengan keyakinan si pemohon, yang tidak keberatan sepanjang perubahan kelamin
tersebut merupakan satu-satunya jalan untuk menolong penderitaan si pemohon,
sehingga ia dapat berkembang sebagai manusia yang wajar.
Jika
ditelaah, putusan ini merupakan penemuan hukum yang dilakukan hakim dengan
metode konstruksi hukum, karena ketentuan hukum yang mengatur mengenai jenis
kelamin, belum diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan sehingga terjadi
kekosongan undang-undang (wet vacuum). Hakim melakukan konstruksi dengan
berlandaskan pada metode fiksi hukum, dimana dalam putusan tersebut dikemukakan
fakta-fakta baru, sehingga tampil suatu personifikasi atau keadaan hukum baru,
yaitu perubahan kelamin dari si pemohon seorang laki-laki yang bernama Iwan
Robianto menjadi seorang perempuan bernama Vivian Rubiyanti.
HARMONISASI
Harmonisasi
dalam hukum adalah mencakup penyesuaian peraturan perundang-undangan, keputusan
pemerintah, keputusan hakim, sistem hukum dan asas-asas hukum dengan tujuan
peningakatan kesatuan hukum, kepastian hukum, keadilan dan kesebandingan,
kegunaan dan kejelasan hukum, tanpa mengaburkan dan mengorbankan
pluralisme hukum.
Tanpa
adanya harmonisasi sistem hukum, akan memunculkan keadaan tidak dapat menjamin
kepastian hukum yang dapat menimbulkan gangguan dalam kehidupan bermasyarakat,
ketidaktertiban dan rasa tidak dilindungi. Dalam perspektif demikian masalah
kepastian hukum akan dirasakan sebagai kebutuhan yang hanya dapat terwujud
melalui harmonisasi sistem hukum.
Di
Indonesia dalam konteks harmonisasi hukum, dapat diketahui dalam Keputusan
Presiden Nomor 188 tahun 1998, Pasal 2 yang berbunyi sebagai berikut;
“Dalam
rangka pengharmonisan, pembulatan dan pemantapan konsepsi yang akan dituangkan
dalam Rancangan Undang-Undang, Menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsam
penyusun Rancangan Undang-Undang wajib mengkalkulasikan terlebih dahulu
konsepsi tersebut dengan Menteri Kehakiman dan Menteri serta Pimpinan Lembaga
Lainnya yang terkait.”
Dalam
perpektif demikian, langkah untuk menuju harmonisasi hukum dapat dilakukan
dalam dua langkah perumusan, yaitu harmonisasi kebijakan formulasi (sistem
pengaturan) dan harmonisasi materi (subtansi).Untuk hal pertama menunjuk pada
langkah perumusan harmonisasi sistem hukumnya, dan hal kedua menunjuk pada
langkah perumusan harminisasi norma-norma (materi hukum).
Hubungan Penemuan Hukum dengan
Harmonisasi Hukum
Dalam Hubungannya Penemuan Hukum dan
Harmonisasi Hukum, kedua prinsip dan konsep ini sangatlah berkaitan dan
berhubungan. Hal ini diakibatkan karena tanpa adannya penemuan hukum tersebut,
maka harmonisasi hukum tidak akan terwujudkan sepenuhnya. Karena pada dasarnya
hukum bukan hanya bersifat memaksa dengan maksud perwujudan hukum kepada
masyarakat tetapi juga melihat kesejahteraan hukum tersebut setelah diterapkan
didalam kehidupan masyarakat.
Hukum
yang berlaku di Indonesia ialah Civil Law yang mana hukum Indonesia berasaskan
dan berpedoman dari Undang-Undang Dasar.Sudah dipastikan Hukum yang berasal
dari Undang-Undang menganut kepastian hukum.Tetapi Tidak semua aturan yang ada
dalam undang-undang sempurna dan selalu fleksibel terhadap masyarakat maupun
sengketa masyarakat tersebut. Itu diakibatkan karena tidak semua sengketa yang
terjadi sesuai dengan apa yang tertera dalam undang-undang, dan yang pastinya
sengketa-sengketa tersebut memerlukan penafsiran yang sehat dan seimbang dengan
perkara yang terjadi. Ini merupakan salah satu kelemahan yang ada terdapat
dalam undang-undang (civil law), tidak selalu benar atau pas dalam penetapan
sengketa dan sangksi dan kurang fleksibel dan undang-undang tidak selalu siap
menghadapi sengketa-sengketa yang selalu bersifat dinamis.
Maka
dengan itulah Hakim (yurisprudensi) berperan dalam penegasan penegakan
undang-undang dalam menyelesaikan sengketa dan juga undang-undang tidak hanya
menjadi salah satu sumber hukum, tetapi hakim juga menjadi sumber hukum
layaknya common law yang putusannya berasal dari hakim yang mana bersifat
fleksible tetapi hakim dibatasi putusannya sesuai pemberlakuan undang-undang
yang berlaku.
Jadi
Penemuan Hukum (hakim/yuris) sangatlah berpengaruh terhadap harmonisasi hukum
yang mana mengutakamakan kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan dan
mematuhi aturan hukum.Dengan putusan hakim dalam menyelesaikan sengketa yang
tidak sesuai dengan undang-undang itulah dapat terwujudnya suatu harmonisasi
hukum.