1. Hemofilia
a. Pengertian hemofilia
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari
dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti
cinta atau kasih sayang.
Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang
artinya diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan.
Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku
dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita
hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia akan lebih
banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya.
Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan
di bawah kulit; seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka
memar timbul dengan sendirinya jika penderita telah melakukan aktifitas yang
berat; pembengkakan pada persendian, seperti lulut, pergelangan kaki atau siku
tangan. Penderitaan para penderita hemofilia dapat membahayakan jiwanya jika
perdarahan terjadi pada bagian organ tubuh yang vital seperti perdarahan pada
otak.
b. Sejarah penyakit hemofili
Meski belum memiliki nama, hemofilia telah ditemukan sejak lama.
Talmud, yaitu sekumpulan tulisan para rabi Yahudi, 2 abad setelah masehi
menyatakan bahwa seorang bayi laki-laki tidak harus dikhitan jika dua kakak
laki-lakinya mengalami kematian akibat dikhitan. Selain itu, seorang dokter
asal Arab, Albucasis, yang hidup pada abad ke-12 menulis tentang sebuah
keluarga yang setiap anak laki-lakinya meninggal setelah terjadi perdarahan
akibat luka kecil.
Pada tahun 1803, Dr. John Conrad Otto, seorang dokter asal
Philadelphia menulis sebuah laporan mengenai perdarahan yang terjadi pada suatu
keluarga tertentu saja. Ia menyimpulkan bahwa kondisi tersebut diturunkan hanya
pada pria. Ia menelusuri penyakit tersebut pada seorang wanita dengan tiga
generasi sebelumnya yang tinggal dekat Plymouth, New Hampshire pada tahun 1780.
Kata hemofilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang ditulis
oleh Hopff di Universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia
Britanica, istilah hemofilia (haemophilia) pertama kali diperkenalkan oleh
seorang dokter berkebangsaan Jerman, Johann Lukas Schonlein (1793 - 1864), pada
tahun 1928.
Hemofilia juga disebut dengan "The Royal Diseases" atau
penyakit kerajaan. Ini di sebabkan Ratu Inggris, Ratu Victoria (1837 - 1901)
adalah seorang pembawa sifat/carrier hemofilia. Anaknya yang ke delapan,
Leopold adalah seorang hemofilia dan sering mengalami perdarahan. Leopold
meninggal dunia akibat perdarahan otak pada saat ia berumur 31 tahun.
Salah seorang anak perempuan Victoria yaitu Alice, ternyata adalah
carrier hemofilia dan anak laki-laki dari Alice, Viscount Trematon, juga
meninggal akibat perdarahan otak pada tahun 1928. Alice dan Beatrice, adalah
carrier dan merekalah yang menyebarkan penyakit hemofilia ke Spanyol, Jerman
dan Keluarga Kerajaan Rusia.
Pada abad ke 20, pada dokter terus mencari penyebab timbulnya
hemofilia. Hingga mereka percaya bahwa pembuluh darah dari penderita hemofilia
mudah pecah. Kemudian pada tahun 1937, dua orang dokter dari Havard, Patek dan
Taylor, menemukan pemecahan masalah pada pembekuan darah, yaitu dengan
menambahkan suatu zat yang diambil dari plasma dalam darah.
Zat tersebut disebut dengan "anti - hemophilic globulin".
Di tahun 1944, Pavlosky, seorang dokter dari Buenos Aires, Argentina,
mengerjakan suatu uji coba laboratorium yang hasilnya memperlihatkan bahwa
darah dari seorang penderita hemofilia dapat mengatasi masalah pembekuan darah
pada penderita hemofilia lainnya dan sebaliknya. Secara kebetulan, ia menemukan
dua jenis penderita hemofilia dengan masing - masing kekurangan zat protein
yang berbeda - Faktor VIII dan Faktor IX. Dan hal ini di tahun 1952, menjadikan
hemofilia A dan hemofilia B sebagai dua jenis penyakit yang berbeda.
Kemudian di tahun 1960-an, cryoprecipitate ditemukan oleh Dr. Judith
Pool.Dr. Pool menemukan bahwa pada endapan di atas plasma yang mencair
mengandung banyak Faktor VIII. Untuk pertama kalinya Faktor VIII dapat
dimasukkan pada penderita yang kekurangan, untuk menanggulangi perdarahan yang
serius. Bahkan memungkinkan melakukan operasi pada penderita hemofilia.
Walaupun Hemofilia telah dikenal lama di ilmu dunia kedokteran,
namun baru pada tahun 1965, diagnosis melalui laboratorium baru diperkenalkan
oleh Kho Lien Kheng. Diagnosis laboratorium yang diperkenalkannya menggunakan
Thromboplastin Generation Test (TGT), selain pemeriksaan waktu perdarahan dan
masa waktu pembekuan darah. Pada saat itu pemberian darah lengkap segar
merupakan satu-satunya cara pengobatan yang tersedia di rumah sakit.
c. Siapa saja yang dapat mengalami hemofilia?
Hemofilia tidak mengenal ras, perbedaan warna kulit atau
suku bangsa.
Hemofilia
paling banyak di derita hanya pada pria. Wanita akan benar-benar mengalami
hemofilia jika ayahnya adalah seorang hemofilia dan ibunya adalah pemabawa
sifat (carrier). Dan ini sangat jarang terjadi. (Lihat penurunan
Hemofilia) Sebagai penyakit yang di turunkan, orang akan terkena hemofilia
sejak ia dilahirkan, akan tetapi pada kenyataannya hemofilia selalu terditeksi
di tahun pertama kelahirannya.
d. Gejala dan pengobatan hemofili
- Apabila terjadi benturan pada tubuh akan mengakibatkan kebiru-biruan (pendarahan dibawah kulit)
- Apabila terjadi pendarahan di kulit luar maka pendarahan tidak dapat berhenti.
- Pendarahan dalam kulit sering terjadi pada persendian seperti siku tangan maupun lutut kaki sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang hebat.
Bagi mereka
yang memiliki gejala-gejala tersebut, disarankan segera melakukan tes darah
untuk mendapat kepastian penyakit dan pengobatannya. Pengobatan penderita
hemofilia berupa Recombinant Factor VIII yang diberikan kepada pasien hemofili
berupa suntikan maupun tranfusi.
Pemberian
transfusi rutin berupa kriopresipitat-AHF untuk penderita hemofilia A dan
plasma beku segar untuk penderita hemofilia B. Terapi lainnya adalah pemberian
obat melalui injeksi. Baik obat maupun transfusi harus diberikan pada penderita
secara rutin setiap 7-10 hari. Tanpa pengobatan yang baik, hanya sedikit
penderita yang mampu bertahan hingga usia dewasa. Karena itulah kebanyakan
penderita hemofilia meninggal dunia pada usia kanak-kanak atau balita.
e. Hal Penting yang Perlu Diketahui
Hemofilia
adalah penyakit yang tidak populer dan tidak mudah didiagnosis. Karena itulah
para penderita hemofilia diharapkan mengenakan gelang atau kalung penanda
hemofilia dan selalu membawa keterangan medis dirinya. Hal ini terkait dengan
penanganan medis, jika penderita hemofilia terpaksa harus menjalani perawatan
di rumah sakit atau mengalami kecelakaan. Yang paling penting, penderita
hemofilia tidak boleh mendapat suntikan kedalam otot karena bisa menimbulkan
luka atau pendarahan.
Penderita
hemofilia juga harus rajin melakukan perawatan dan pemeriksaan kesehatan gigi
dan gusi secara rutin. Untuk pemeriksaan gigi dan khusus, minimal setengah
tahun sekali, karena kalau giginya bermasalah semisalnya harus dicabut,
tentunya dapat menimbulkan perdarahan.
Mengonsumsi
makanan atau minuman yang sehat dan menjaga berat tubuh agar tidak berlebihan.
Karena berat badan berlebih dapat mengakibatkan perdarahan pada sendi-sendi di
bagian kaki (terutama pada kasus hemofilia berat).
Penderita
hemofilia harus menghindari penggunaan aspirin karena dapat meningkatkan
perdarahan dan jangan sembarang mengonsumsi obat-obatan.
Olahraga secara
teratur untuk menjaga otot dan sendi tetap kuat dan untuk kesehatan tubuh.
Kondisi fisik yang baik dapat mengurangi jumlah masa perdarahan. Jadi, siapa
bilang penderita hemofilia tidak dapat beraktifitas dan menjalani hidup
layaknya orang normal.
f. Terapi yang bisa di lakukan
Terapi akibat
perdarahan akut adalah pemberian F VIII. Sekarang sudah ada F VIII yang dapat
di berikan secara intra vena, dan apabila tidak mempunyai F VIII maka dapat di
berikan kriopresipitat (plasma yang didinginkan) atau di berikan transfusi
darah segar. Menghindari obat-obatan yang dapat mengganggu fungsi trombosit
seperti aspirin dan ibuprofen.
g. Komplikasi yang dapat terjadi akibat hemofili :
1. akibat
dari perdarahan atau transfusi darah. Komplikasi akibat perdarahan adalah anemia, ambulasis atau deformitas sendi, atrofi
otot atau neuritis.
2. Kerusakan sendi dan otot
3. Hematuria, bila gumpalan darah terjadi di uretra, dapat menyebabkan nyeri yang tajam.
4. Perdarahan sistem pencernaan, kelainan yang timbul dapat berupa adanya darah pada feses dan muntah. kehilangan darah secara kronis akibat ini dapat menyebabkan anemia pada pasien.
5. Perdarahan intrakranial
6. sindroma kompartmen.
h. Seberapa banyak penderita di temukan ?
1. Mengenai 1
dari 10.000 laki-laki di dunia.
2. Hemofilia A mendominasi 80% kasus dari keseluruhan
3. Laki-laki terdiagnosa secara klinis, perempuan apabila karier bersifat asimtomatik.
2. Hemofilia A mendominasi 80% kasus dari keseluruhan
3. Laki-laki terdiagnosa secara klinis, perempuan apabila karier bersifat asimtomatik.
2. Anemia Sel Sabit (sickle cell anemia/ SCA)
a. Pengertian Anemia Sel Sabit (sickle cell anemia/ SCA)
Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease / sickle cell
anemia) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah
merah yang berbentuk sabit, kaku, dan anemia hemolitik kronik. Pada penyakit
sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen)
yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan
menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit akan
menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak,
tulang, dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke
organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh
darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ
bahkan sampai pada kematian.
Sickle cell anemia
(SCA) adalah penyakit genetik yang resesif, artinya seseorang harus mewarisi
dua gen pembawa penyakit ini dari kedua orangtuanya. Hal inilah yang
menyebabkan penyakit SCA jarang terjadi. Seseorang yang hanya mewarisi satu gen
tidak akan menunjukkan gejala dan hanya berperan sebagai pembawa. Jika satu
pihak orangtua mempunyai gen sickle cell anemia dan yang lain merupakan
pembawa, maka terdapat 50% kesempatan anaknya menderita sickle cell anemia dan
50% kesempatan sebagai pembawa.
b. Penyebab/sebab SCA
SCA disebabkan karena adanya mutasi pada rantai β-globin
dari hemoglobin, yang menyebabkan pertukaran asam glutamat (suatu asam amino)
dengan asam amino hidrofobik valin pada posisi 6. Gen yang bertanggung jawab
menyebabkan SCA merupakan gen autosom dan dapat ditemukan di kromosom nomor 11.
Penggabungan dari dua subunit α-globin normal dengan dua subunit β-globin mutan
membentuk hemoglobin S (HbS). Pada kondisi kadar oksigen rendah, ketidakhadiran
asam amino polar pada posisi 6 dari rantai β-globin menyebabkan terbentuknya
ikatan non-kovalen di hemoglobin yang menyebabkan perubahan bentuk dari sel
darah merah menjadi bentuk sabit dan menurunkan elastisitasnya.
Sickle cell anemia ini hampir secara eksklusif menyerang
orang kulit hitam. Sekitar 10% orang kulit hitam di AS hanya memiliki 1 gen
untuk penyakit ini (mereka memiliki rantai sel sabit) dan tidak menderita
penyakit sel sabit. Sekitar 0,3% memiliki 2 gen dan menderita penyakit sel
sabit.
Anemia, nyeri lambung dan nyeri tulang serta mual-mual pada
seorang kulit hitam merupakan tanda yang khas untuk krisis sel sabit. Pada
pemeriksan contoh darah dibawah mikroskop, bisa terlihat sel darah merah yang
berbentuk sabit dan pecahan dari sel darah merah yang hancur. Elektroforesis
bisa menemukan adanya hemoglobin abnormal dan menunjukkan apakah seseorang
menderita penyakit sel sabit atau hanya memiliki rantai sel sabit. Penemuan
rantai sel sabit ini penting untuk rencana berkeluarga, yaitu untuk menentukan
adanya resiko memiliki anak yang menderita penyakit sel sabit.
Sickle cell anemia merupakan penyakit genetis yang tidak
dapat disembuhkan. Selain dengan transplantasi sumsum tulang, saat ini belum
ditemukan pengobatan permanen untuk penyakit ini. Namun transplantasi
melibatkan prosedur yang rumit dan bukan merupakan terapi pilihan. Untuk dapat
melakukan transplantasi, penderita harus mendapatkan donor yang cocok (biasanya
diperoleh dari anggota keluarga yang tidak menderita sickle cell anemia) dengan
resiko rendah terjadinya reaksi penolakan oleh tubuh. Walaupun demikian,
terdapat resiko yang nyata dari prosedur ini dan selalu ada kemungkinan
terjadinya penolakan organ transplantasi oleh tubuh penerima.
Selain
itu sel sabit juga dapat disebabkan oleh : (Price A Sylvia, 1995, hal : 239)
a.Infeksi.
b.Disfungsi jantung.
c.Disfungsi paru.
d.Anastesi umum
f.Menyelam
a.Infeksi.
b.Disfungsi jantung.
c.Disfungsi paru.
d.Anastesi umum
f.Menyelam
c. Penyakit Autosomal
Anemia
sel sabit merupakan penyakit gen autosom karena tidak terpaut oleh kromosom
sex.
d. Pengobatan SCA
Namun, tanpa pengobatan sekalipun seorang penderita SCA
masih dapat hidup normal. Pengobatan dilakukan hanya untuk mengurangi rasa
sakit dan penggunaan antibiotik untuk mencegah infeksi berbahaya akibat bakteri
(seperti sepsis/infeksi yang terjadi di darah, meningitis, dan pneumonia) yang
dapat menyebabkan kematian pada penderita, terutama bayi. Hidroksiurea, yang
telah dikenal sebagai obat antitumor ternyata dapat pula digunakan untuk terapi
bagi penderita, terutama pada bayi. Hidroksiurea meningkatkan pembentukan
sejenis hemoglobin (terutama ditemukan pada janin) yang akan menurunkan jumlah
sel darah merah yang berubah bentuknya menjadi sabit. Oleh karena itu, obat ini
mengurangi frekuensi terjadinya krisis sel sabit dan juga terbukti dapat
menekan rasa sakit serta mencegah komplikasi penyakit pada anak-anak dan orang
dewasa. Penelitian lebih lanjut masih dilakukan untuk mengetahui keamanan dan
efek jangka panjang penggunaannya.
Saat ini sedang dikembangkan teknik pengobatan baru untuk
SCA, yaitu dengan terapi gen. Terapi genetik merupakan teknik penanaman gen
normal ke dalam sel-sel prekursor (sel yang menghasilkan sel darah). Namun,
teknik ini masih dalam tahap penelitian dan baru diujicobakan pada tikus.
Walaupun para peneliti khawatir akan sulitnya menerapkan terapi gen pada
manusia, mereka yakin bahwa terapi baru ini akan menjadi pengobatan yang
penting untuk penyakit sickle cell anemia.
Dulu
penderita penyakit sel sabit jarang hidup sampai usia diatas 20 tahun, tetapi
sekarang ini mereka biasanya dapat hidup dengan baik sampai usia 50 tahun.
Penyakit sel sabit tidak dapat diobati, karena itu pengobatan ditujukan untuk:
- mencegah terjadinya krisis
- mengendalikan anemia
- mengurangi gejala.
Penderita harus menghindari kegiatan yang bisa menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah mereka dan harus segera mencari bantuan medis meskipun menderita penyakit ringan, misalnya infeksi virus.
Penyakit sel sabit tidak dapat diobati, karena itu pengobatan ditujukan untuk:
- mencegah terjadinya krisis
- mengendalikan anemia
- mengurangi gejala.
Penderita harus menghindari kegiatan yang bisa menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam darah mereka dan harus segera mencari bantuan medis meskipun menderita penyakit ringan, misalnya infeksi virus.
e. Bagaimana SCA terjadi ?
Kelainan genetic ini menyebabkan mutasi pada gen globin beta
sehingga terjadi perubahan struktur DNA. Akibatnya terbentuk hemoglobin S/HbS
(normalnya yang terbentuk hemoglobin A/HbA) yang rentan terhadap keadaan kurang
oksigen (hipoksia) sehingga dari bentuk normal Hb bulat menjadi seperti bulan
sabit, dengan dinding sel darah merah yang rapuh dan tidak elastic, akibatnya
sel darah merah dengan HbS ini akan mudah menyangkut pada pembuluh darah yang
kecil dan pada akhirnya menjadi cepat dihancurkan oleh limpa karena dianggap
abnormal sehingga timbul keadaan anemia.
Keadaan hipoksia terjadi bukan karena oksigen lingkungan kurang,
tapi karena saat sel darah merah melepas oksigen ke jaringan, terjadi keadaan
kurang oksigen. Pada hemoglobin normal, maka sel darah merah memiliki ketahanan
cukup untuk bertahan hingga mencapai paru-paru untuk menukar karbondioksida
dengan oksigen, tapi pada HbS, sel darah merah langsung rusak karena keadaan
tersebut dan menjadi sel sabit.
Mudahnya sel darah merah menyangkut pada pembuluh darah kecil inilah
yang akan memicu gejala-gejala yang timbul akibat kerusakan organ yang timbul
karena suplai oksigen yang kurang akibat sumbatan pada pembuluh darahnya.
f. Gejala yang timbul jika terserang penyakit SCA
Keadaan
anemia mulai timbul saat anak berusia 2-4 bulan, tapi gejala klinis baru
terlihat saat anak berusia 5-6 bulan. Gejala lain yang mungkin timbul adalah :
- Rentan terhadap infeksi –> anak menjadi rentan terhadap infeksi apapun
- Acute chest syndrome –> ditandai dengan nyeri dada, nafas cepat, demam, batuk, dan saturasi oksigen yang rendah, gejalanya mirip dengan pneumonia, tetapi hal ini bukan karena infeksi, tetapi karena disfungsi paru dan nyeri paru akibat suplai oksigen berkurang.
- Hand and foot syndrome –> ini biasanya merupakan tanda pertama untuk mengenali gejala anemia sel sabit saat anak. Anak akan mengeluh nyeri hebat dan bengkak pada semua jari tangan dan kaki yang nantinya berkembang ke seluruh anggota gerak hingga punggung, dada dan kepala. Gejala biasanya timbul berulang-ulang dan kadang sangat hebat hingga harus ditangani di rumah sakit.
- Hipersplenisme –> Limpa yang membesar dan fungsinya akan semakin menurun hingga akhirnya rusak sama sekali pada usia 5 tahun.
- Nekrosis avaskular –> terjadi kerusakan organ tubuh atau jaringan akibat tersumbatnya aliran darah
- Priapism –> ereksi yang timbul terus menerus tanpa rangsangan seksual. Hal ini terjadi akibat sumbatan pada aliran balik darah di penis, akibatnya darah terkumpul di penis tanpa jalan keluar. Priapism terjadi mulai remaja pada pria. Bila terjadi terus menerus maka akan timbul disfungsi ereksi dan impotensi nantinya.
- Ulkus kulit –> luka menggaung pada kulit terkadi akibat nekrosis atau matinya jaringan kulit karena suplai oksigen yang kurang sehingga terbentuk luka yang terus membesar.
- Stroke –> timbul akibat sumbatan pembuluh darah otak oleh sel sabit. Biasanya timbul pada usia lebih dari 5 tahun dengan angka kejadian tertinggi 6-9 tahun.
- Penyakit ginjal –> timbul akibat sumbatan pembuluh darah. Timbul saat dewasa.
- Anemia berat –> terjadi akibat hancurnya sel darah merah yang hebat.
- Retinopati –> rusaknya retina mata akibat sumbatan pembuluh darah retina, biasanya terjadi saat dewasa. Gejala berupa penglihatan yang semakin berkurang hingga buta.
g. Bagaimana memastikan terkena anemia sel sabit / SCA
Biasanya
dilakukan serangkaian pemeriksaan seperti :
- Hapusan darah tepi yang menunjukkan sel sabit, sel target, poikilocytes, hipokrom,sel darah merah berinti dan Howell-Jolly bodies
- Pemeriksaan darah yang menunjukkan :
- Retikulosit (sel darah merah muda) meningkat (5-15%)
- Leukositosis (sel darah putih meningkat) : 12000-20000/mm3
- Anemia (Hb = 5-9g/dl)
- Trombosit normal atau meningkat.
- Pemeriksaan elektroforesis atau high-pressure liquid chromatography (HPLC) untuk memastikan adanya hemoglobin S dalam darah.
- Rontgen atau X-ray untuk melihat kelainan tulang.
h. Apakah tumbuh kembang anak yang terkena SCA sama dengan anak lainnya ?
Sebenarnya tumbuh kembang anak dengan anemia sel sabit sama saja
dengan anak lainnya, hanya saja komplikasi yang timbul akibat anemia sel sabit
itulah yang akan membebani kesehatan sang anak. Karena itu kesehatan harus
selalu terkontrol untuk seumur hidupnya dengan pola hidup sehat dan check up
secara teratur.
i. Apakah seseorang dengan SCA dapat menikah dan memiliki anak ?
Tentu saja boleh. Hanya saja bila pasangan juga memiliki gen pembawa
(karier dari anemia sel sabit), maka anak yang dihasilkan memiliki resiko
terkena anemia sel sabit sebesar 50% dan sisanya sebagai pembawa gen saja
(karier) tanpa gejala. Bila pasangannya normal, maka anak yang dihasilkan hanya
akan sebagai karier saja dan bila menikah dengan sesama penderita anemia sel
sabit maka anak yang dihasilkan akan 100% menderita anemia sel sabit.